Ladang Keuntungan Bagi Si Pengingkar yang Tak Tegas

Posted by Unknown on 02.37

Michelle Chan
Pelanggaran lalu lintas merupakan pelanggaran yang tidak pernah ada habisnya di Indonesia, khususnya pelanggaran bagi pengguna sepeda motor. Pelanggaran tersebut beragam, dari pelanggaran kesiapan berkendara yaitu tidak menggunakan helm yang menduduki peringkat kedua dalam 10 pelanggaran lalu lintas terbanyak hingga kelengkapan atribut kendaraan bermotor yaitu kaca spion yang tentunya memiliki fungsi yang sangat penting dalam penggunaan sepeda motor. Selain pelanggaran tersebut, tren masa kini juga mempengaruhi berbagai macam tampilan-tampilan sepeda motor yang dimodifikasi, modifikasi yang tidak sesuai dengan ketentuan keselamatan dan keamanan bisa saja mengancam nyawa bagi si pengendara.

“Kami polisi Indonesia, menjunjung tinggi kebenaran, keadilan, dan kemanusiaan dalam menegakkan hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.” Ikrar tersebut merupakan salah satu ikrar polisi lalu lintas Tri Brata, akan tetapi ikrar hanyalah sebuah kalimat belaka jika hanya dibaca pada saat pelantikan tanpa adanya aksi nyata di lapangan setelah pelantikan dilaksanakan. Lalu sebenarnya apa tugas dari seorang polisi lalu lintas yang biasa dikenal dengan polantas? Sesuai dengan misi kode etik profesi dari polantas, polantas memiliki misi untuk mewujudkan masyarakat pemakai jalan yang memahami dan yakin kepada polantas sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat. Polantas tentunya juga berkewajiban untuk menegakkan hukum-hukum lalu lintas tanpa memandang status seseorang. Jika tugas seorang polantas telah diatur dan dirancang dengan sedemikian rupa, dilengkapi pula dengan ikrar-ikrar polantas serta Undang-Undang yang dilengkapi dengan sanksi-sanksi yang sesuai dengan pelanggarannya, lantas mengapa masih banyak di dapati pelanggaran lalu lintas khususnya oleh pengguna sepeda motor yang mendominasi 60% versi nasional.sindonews.com.

Ada semut pasti karena ada gula, ada sebab maka ada akibat, pelanggaran yang terus menerus terjadi pasti memiliki faktor-faktor x dibelakangnya. Hal yang paling simpel dan mudah ditemukan dapat dilihat dari razia-razia tertib lalu lintas. Razia lalu lintas tetap dijalankan, akan tetapi ketentuan dan aturan belum tentu berjalan, inilah yang menyebabkan masih banyaknya pelanggar-pelanggar penggunaan sepeda motor yang masih berkeliaran dengan bebas dijalan. Sepertinya penilangan hanya dijadikan topeng dan formalitas pada waktu awal saja, maka dari itu para pelanggar tidak memiliki rasa jera walau sudah berkali-kali ditilang oleh polisi. Lalu tindak lanjutnya apa jikalau penilangan hanya topeng saja? Jawabannya tentu sudah tak asing didengar di Indonesia, yaitu “suap menyuap” dan “uang damai”.

“Damai aja deh ya pak…” kalimat yang kerap kali diucapkan para pelanggar ini berkesan sangat menggampangi atas kesalahan apa yang telah dibuat. Polantas memiliki peran penentu dalam situasi ini. Di satu sisi, polantas yang tegas akan menerangkan kesalahan apa yang telah dilakukan oleh pelanggar lalu memperjelas sanksi apa yang harus ditanggung oleh si pelanggar tanpa melebih-lebihkan keadaan tersebut. Di sisi lainnya, polisi yang tak tegas dan hanya sekedar mengucap ikrar saja tentunya akan membelit-belitkan kesalahan yang telah di lakukan si pelanggar dan melebih-lebihkan sanksi yang akan ditanggung oleh si pelanggar dan memberikan gambaran yang salah bagaimana jika seseorang yang melanggar mendapat tindakan penilangan yang tentunya akan memunculkan anggapan bahwa mengurus tilang sangatlah sulit dan supaya si pelanggar memberi uang untuk polisi tersebut dengan harapan agar si pelanggar dapat segera bebas dari pelanggaran tersebut tanpa mengikuti prosedur hukum. Dalam situasi ini, ketegasan polantas seketika hilang bak ditelan bumi. Dengan mudahnya para polisi menerima uang suapan dari para pelanggar. Dalam situasi ini pula, oknum polisi tersebut sudah mengingkari visi, misi bahkan ikrar yang mereka bacakan sendiri. Ketegasan dari para polantas sangat dibutuhkan. Dalam menjalankan tugasnya, seorang polantas harus membuang jauh keegoisan yang ada pada dirinya.

Kasus-kasus para oknum polisi yang hanya mengumbar ikrar saja harusnya dapat dijadikan pelajaran bagi polantas lainnya. Salah satu contoh kasusnya berada di Tebet, Jakarta Selatan, dimana si pengendara mobil meminta bantuan agar polantas tersebut tidak menilang dengan cara menyuap, uang sudah diterima oleh polantas tersebut, akan tetapi karena sadar ia direkam, si polisi meminta kembali surat-surat kelengakapan berkendara si pengemudi. Dapat dilihat dari kasus tersebut, dimanakah kita dapat menemukan ketegasan dari seorang polantas?

Para polantas seharusnya dapat menjelaskan dengan baik pelanggaran dan sanksi apa yang telah dilakukan oleh para pelanggar. Sosialisasi juga sangat dibutuhkan sebagai pendukung bagi para pelanggar untuk berwawasan luas tentang tilang menilang. Misalnya perbedaan slip biru dan slip merah yang dilansir dari www.polri.go.id, Slip biru berarti pelanggar menerima kesalahan lalu membayar denda di Bank BRI dan selanjutnya pelanggar hanya tinggal mengambil dokumen yang ditahan di polsek tempat kejadian. Sedangkan slip merah berarti pelanggar menolak kesalahan dan meminta sidang di pengadilan dan pengadilanlah yang akan memutuskan apakah si pelanggar bersalah atau tidak. Jadi alangkah baiknya jika para pelanggar tidak memberikan uangnya untuk menyuap para oknum yang tidak bertanggung jawab. Akan lebih baik jika digunakan untuk membayar denda yang sesuai dan sudah jelas masuk ke kas negara (Michelle Chan/Eskul Jurnalistik)



Nama Anda
New Johny WussUpdated: 02.37

0 komentar:

CB