Oleh
Martinus Ruma, S. Pd
Guru
Bahasa Indonesia, SMA Kanaan Jakarta
M
|
embahas
teknologi dan kegiatan belajar mengajar di sekolah selalu menarik. Menghadirkan
kontradiksi, dan tentunya membangkitkan harapan untuk terus berkarya. Sisi yang
lain kita diperhadapkan dengan sumber daya manusia yang berbeda zaman (baca:
guru); sedangkan pada sisi yang lain medan perjuangan guru adalah anak – anak zaman
digital yang selalu menghadirkan sejuta kontroversi. Ibarat dua kepingan mata
uang saling mengikat, namun sulit untuk diperhadapkan; sisi yang satu dengan
sisi yang lain. Hal ini menarik untuk dianalisis lebih lanjut. Namun, pada
kesempatan ini saya hanya membahas tentang cara menarik minat siswa untuk
belajar Bahasa Indonesia dengan pemanfaatan teknologi informasi. Tepatnya ulasan
saya mengenai cara efektif mengajari siswa-siswi SMA memahami drama dengan
memanfaatkan android.
Pak Martinus bersama siswanya |
Guru
bangsa dan sidang pembaca terkasih. Setiap kita yang menjadi guru atau profesi
apapun di negeri ini; tentu sebelum itu, kita secara formal belajar Bahasa
Indonesia. Syukur ada guru kreatif, namun tidak jarang kita diperhadapkan
dengan ceramah sang guru tentang unsur intrinsik, ekstrinsik, gestur,
artikulasi, penokohan, latar, dan lain sebagainya. Secara teori ini
membosankan. Apa yang saya katakan sepertinya skeptis sekali terhadap guru
Bahasa Indonesia, namun sejujurnya itu yang saya rasakan dan saksikan.
Belum
lagi kebijakan kurikulum di sekolah – sekolah tertentu menempatkan pelajaran
Bahasa Indonesia di jam terakhir. Jam pertama matematika, kedua fisika, ketiga
kimia dan terakhir Bahasa Indonesia untuk jurusan IPA. Jurusan IPS pertama
akuntansi, kedua matematika, ketiga sejarah; metode yang digunakan adalah
ceramah. Lantas jam terakhir guru Bahasa Indonesia hadir dengan metode yang
sama; maka selesailah sudah animo siswa untuk belajar Bahasa Indonesia. Namun
guru bangsa, secara khusus guru Bahasa Indonesia di mana saja mengabdi.
Melalui
perkembangan teknologi informasi saat ini kita sangat terbantu. Berikut ini
akan saya bagikan pengalaman mengajar Bahasa Indonesia, materi drama dengan
memanfaatkan android atau HP dengan fasilitar internet.
Rekan guru dan pembaca kritis, sekolah tempat saya mengbadi, SMA kanaan Jakarta. Umumnya siswa-siswi memiliki android, dan kebijakan sekolah dengan adanya kurikulum 2013 siswa diperbolehkan membawa HP ke sekolah (sebelumnya dilarang). Fakta yang lain, jika pelajaran Bahasa Indonesia animo siswa cenderung tidak begitu antusias. Hal ini subjektif sekali, apalagi tanpa data, namun setidaknya itulah yang kualami.
Berbagi inovasi kulakukan, salah satunya adalah memanfaatkan HP dengan fasilitas internet yang dibawah siswa untuk mempelajari drama. Secara teknis inilah yang saya lakukan. Membagi siswa dalam beberapa kelompok dan saya meminta mereka (baca: siswa) untuk menulis teks drama.
Sampai di sini saya tidak menjelaskan cara membuat teks drama yang benar itu seperti apa, namun saya meminta mereka untuk mencari di internet contoh-contoh teks drama dengan memanfaatkan android yang dibawah siswa. Hal yang sama berlanjut sampai proses perekaman. Saya hanya menempatkan diri sebagai fasilitator dan motivator. Semuanya siswa yang kerjakan. Saya ingin mengajak siswa untuk belajar menemukan sendiri (Discovery Learning).
Pembuatan drama yang dikemas dengan menggunakan model discovery learning selesai. Tahap berikutnya, saya meminta siswa untuk mempublikasikannya melalui youtube; tentu sebelum melangkah pada tahap ini, ada penyortiran yang saya lakukan untuk menjaga hal-hal yang tidak berkenan.
Berikut ini beberapa karya siswa SMA Kanaan Jakarta yang berhasil saya himpun kembali;
Saat semua tahap sudah dilakukan, maka langkah selanjutnya ada dua hal yang saya minta kepada peserta didik untuk dilakukan.
Pertama meminta perwakilan kelompok untuk menjelaskan judul drama yang diciptakan, siapa saja yang terlibat, ceritanya seperti apa, hingga pada pesan yang disampaikan dalam drama tersebut. Setelah siswa melakukan semua itu, kemudian saya menjelaskan bahwa judul yang mereka sebutkan dalam drama tersebut; dalam karya sastra dikenal dengan istilah tema. Kemudian saya menjelaskan perbedaan tema dan judul.Hal ini penting karena sejatinya antara tema dan judul berbeda. Terkait hal ini mungkin akan dijelaskan dalam kesempatan lain. Kemudian cerita yang anak-anak ceritakan dalam drama dikenal dengan istilah alur. Tahap ini menjadi “panggung saya” untuk menjelaskan hal-hal terkait drama, secara khusus unsur intrinsik dan ekstrinsik.
Tahap kedua saya meminta setiap kelompok untuk memberikan ling youtube, dan secara bersama-sama menonton melalui proyektor. Setelah tahap ini dilakukan; kembali saya meminta kelompok lain untuk menanggapi kekurangan dari tampilan drama tersebut. Setelah proses ini selesai maka bagian akhir kembali menjadi panggung saya untuk menjelaskan tentang cara membuat naskah drama yang benar, tata panggung, gestur, ekspresi dan lain sebagainya. Intinya pada bagian kedua saya menjelaskan proses pembuatan drama, hal-hal teknis dalam bermain peran dan mempertegas kembali soal unsur ekstrinsik dalam drama.
Apa manfaat yang diperoleh dengan menggunakan pembelajaran seperti ini. Setidaknya ada tiga hal. Pertama, siswa tertarik dan tidak jenuh dalam belajar Bahasa Indonesia. Kedua, menimbulkan ingatan yang kuat. Setidaknya itu yang saya rasakan melalui perubahan pada nilai ulangan yang diperoleh siswa. Ketiga anak dilatih untuk membangun kerja sama tim yang baik.
Jadi apapun kurikulumnya dan berubah sampai berapa kalipun. Keberhasilan pendidikan ada di tangan guru sebagai pioner terdepan. Berpatok pada perangkat mengajar itu baik, namun lebih baik lagi jika berinovasi agar tujuan pelajaran tercapai. (Pembina Eskul Jurnalistik SMA Kanaan Jakarta )
Semoga bermanfaat.
Catatan:
Teknik seperti ini tidak cocok untuk
sekolah-sekolah di daerah terpencil yang minim sarana dan pra sarana. Terkait
hal ini, nantikan arikel saya berikutnya dengan topik yang masih sama, namun
fokus ulasan pada sekolah-sekolah di daerah terluar dan terdepan yang minim
sarana dan pra sarana.
0 komentar:
Posting Komentar